Indonesia sangat terkenal dengan sasterawan yang berjiwa kental dan memperjuangkan keamanan. Lahirnya penyair dan para sasterawan ini telah membangkitkan lagi semangat rakyat dalam menuntut keamanan. Pada blog kali ini, kita akan mengupas sedikit kisah tiga sasterawan yang meninggal duni pada usia masih muda.
Chairil Anwar
Chairil Anwar adalah seorang
penyair legenda yang dikenal juga sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul
“Aku”). Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Jun 2007, Chairil
Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan
Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastera.
Penghargaan itu diterima oleh putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26
Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu
bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat
habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat
rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.
Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah
saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang
luar biasa pedih iaitu;
Bukan kematian benar yang menusuk
kalbu,
Keridlaanmu ,menerima segala tiba,
Tak kutahu setinggi itu atas debu,
Dan duka maha tuan bertahta.
Sesudah nenek, ibu adalah wanita
kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya,
Tulus, di depan ibu sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan
ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil
juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Ketika dewasa, beliau dikatakan menjalin hubungan dengan ramai wanita dan Hapsah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya walaupun ikatan suci tersebut tidak lama. Penceraian itu kerana gaya hidup Chairil Anwar yang tidak pernah berubah bahkan setelah menikah dan memiliki anak.
Belum lagi genap umurnya 27 tahun, Chairil telah meninggal dunia. Ada beberapa versi punca kematiannya. Namun satu yang pasti ialah Chairil mengidap TBC disinyalir penyebabnya pergi begitu awal. Walaupun masanya singkat, namun karya-karya beliau sangat memberi kesan pada duni sastera Indonesia. Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing seperti Inggeris, Jerman dan Sepanyol. Sebagai tanda penghormatan kepadanya,dibangun dada patung Chairil Anwar di kawasan Jakarta dan hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar oleh para pengagumnya.
Widji Thukul
Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Ogos 1963 sejak diduga diculik, 27 Julai 1998 pada umur 34 tahun) adalah sasterawan dan aktivis yang memperjuangkan hak asasi manusia kemerdekaan Indonesia. Thukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Order baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui keberadaannya dan dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer.
Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga beradik. Ia lahir dari keluarga Katolik dengan keadaan ekonomi sederhana. Ayahnya adalah seorang penarik beca, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarga.
SAJAK SUARA
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
Widji Thukul mempunyai isteri yang bernama Siti Dyah Sujirah dan mempunyai dua orang anak iaitu Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Punca hilangnya Thukul ialah kerusuhan pada Mei 1998 telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar. Di antara para aktivis itu adalah aktivis dari Parti Rakyat Demokratik, Parti Demokrasi Indonesia, Parti Persatuan Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998. Semenjak bulan Julai 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran pemburu mereka. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para General Marah-Marah. Pada tahun 2000, Sipon melaporkan hilangnya Thukul pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun Thukul belum ditemukan hingga kini.
Soe Hok Gie
Soe Hok Gie ialah seorang penyair dari Jakarta. Beliau dilahirkan di Jakarta, Indonesia pada 17 Disember 1942 dan meninggal dunia di Gunung Semeru pada 16 Disember 1969 dan beliau merupakan seorang aktivis Indonesia keturunan Tionghoa yang terkenal karena tulisannya yang sangat kritis terhadap pemerintahan orde lama dan Orde baru. Soe Hok Gie adalah anak ke empat dari lima saudara dari pasangan Soe Lie Pit alias Salam Sutrawan dan Nio Hoe An yang lahir pada 17 Desember 1942 di Jakarta. Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie alias Arief Budiman.
Kata-kata Soe Hok Gie: